Thursday, October 14, 2010

Bangkok, Kota Ratusan Kuil


Bandar Udara Internasional Bangkok Suvarnabhumi, merupakan salah satu pintu gerbang memasuki kota Bangkok. Bandara yang menggantikan Bandar Udara Don Muang ini baru saja dibuka pada 2006 silam. Sentuhan futuristiknya berkolaborasi dengan arca-arca khas Thailand, seperti Ramakien dan Pha Krut, burung garuda yang menjadi lambang negara Thailand. Dari sinilah, kota Bangkok berjarak sekitar 28 km arah timur sudah siap untuk dijelajahi.

Ibukota Thailand, Bangkok atau Krung Thep di kalangan lokal, memang salah satu tujuan wisata yang paling diminati sebelum Indonesia. 1001 keinginan akan bisa diwujudkan di sini kota ini, mulai dari wisata religi, wisata budaya, wisata kuliner, wisata alam, pusat belanja, serta hiburan ala kota metropolitan.

Bangkok, selayaknya Jakarta, sudah penuh dengan gedung bertingkat dan beberapa pusat perbelanjaan, seperti di Pratunam. Jalanan juga tak kalah macet pada jam-jam tertentu. Bis, taksi, mobil pribadi, juga tuk-tuk (kendaraan umum khas Thailand seperti bemo), memenuhi ruas-ruas jalan utama. Namun dari gedung-gedung dan banyak kendaraan tersebut tersembullah atap-atap kuil yang berwarna keemasan. Tentu saja karena ada lebih dari 400 kuil di Bangkok.

Khao San Road adalah tempat pertama yang saya tuju, untuk tinggal beberapa hari di Bangkok. Sepanjang jalan di jalan ini adalah tempat penginapan bagi para turis. Di sini terdapat beragam penginapan mulai dari ala backpacker hingga ala hotel bintang lima. Kawasan ini juga sangat strategis dari tempat-tempat tujuan wisata yang paling sering dikunjungi, misalnya kompleks Grand Palace dan Wat Phra Kaeo, kuil yang menyimpan Emerald Buddha (Buddha tersuci di Thailand).

Kesan pertama saya pada kota ini, Bangkok adalah kota yang sangat bersahabat dengan turis. Sehingga tak heran jika para wisatawan betah di Thailand, atau menjadikan Thailand tujuan wisata utama, disusul kemudian Indonesia. Transportasi yang mudah dan peta yang lengkap, membuat jalan-jalan di Bangkok menjadi sangat mudah, meskipun saya seorang diri.

Namun dengan semua kenyamanan fasilitasnya, tetap harus berhati-hati di Bangkok, apalagi untuk para turis yang bepergian seorang diri. Memilih kendaraan umum apalagi, karena banyak yang tertipu oleh pengemudi tuk-tuk atau taksi. Biasanya mereka menawarkan jasa untuk mengantar ke pusat perbelanjaan, dimana nanti harganya lebih mahal karena si pemilik toko harus memberi tip pada pengemudi tuk-tuk.

Maka, bus umum adalah pilihan saya. Selain lebih aman dan menjangkau semua tempat, bagi yang bepergian seorang diri, bus umum lebih irit ketimbang harus membayar taksi atau pun tuk-tuk. Hanya beberapa ribu rupiah saja, bahkan jika bisa memilih, ada bus umum gratis milik pemerintah. Yang berbeda dengan bus di Indonesia, kernet bus di Bangkok mayoritas adalah perempuan. Alternatif kendaraan umum lain adalah monorail, namun jangkauannya tidak seluas bus.

Namun, untuk mencapai beberapa kuil, cukup dengan berjalan kaki dari Khao San Road. Yang bisa dijangkau dengan berjalan kaki dari tempat saya menginap adalah Wat Phra Kaeo yang berada satu kompleks dengan Grand Palace dan yang berseberangan dengannya yaitu Wat Pho. Hanya 10 menit saja berjalan kaki ke dua tempat ini dari Khao San Road.

Wat Phra Kaeo memiliki nama asli Wat Phra Sri Rattana Satsadaram. Ketika saya berada di Bangkok, kuil ini dibuka untuk gratis untuk umum. Biasanya harus membayar 200 Bath untuk masuk kuil ini, namun tiket menjadi satu dengan Grand Palace dan Vimanmek Mansion.

Pengunjung tidak boleh menggunakan pakaian yang tidak sopan masuk kuil ini. Batasan sopan yaitu pengunjung harus menggunakan celana panjang, tidak boleh mengenakan kaus tanpa lengan dan harus bersepatu. Namun jika tidak mengenakan celana panjang, bisa menyewa kain yang banyak ditawarkan di depan kuil.

Wat Phra Kaeo adalah salah satu kuil yang indah di Bangkok dengan warna keemasan yang menyelimuti dinding-dinding kuil. Bahkan warna emas itu juga sudah tampak dari kejauhan.

Sensasi keemasan pun langsung membuat mata saya tidak bisa berhenti melihat-lihat sekitar. Di sana ada patung Emerald Buddha yang berukuran kecil, namun patung tersebut dianggap paling suci.

Puas di Wat Phra Kaeo, tak lengkap rasanya jika tidak mampir ke kuil sebelah, Wat Pho, hanya 900 meter saja dari Wat Phra Kaeo. Kuil ini menyimpan patung Buddha Tidur raksasa (Sang Buddha memasuki Nirvana) sepanjang 46 meter yang tentu saja sangat impresif. Mata dan kakinya terbuat dari kerang mutiara, bertuliskan 108 ciri agung seorang Buddha. Wat Pho juga merupakan pusat pendidikan umum pertama di Thailand, kini menjadi pusat pendidikan pijat ala Thai.

Jika memang suka berjalan kaki, pilihan selanjutnya ada Wat Arun atau Temple of the Dawn. Sebenarnya bisa juga menyebrang dengan menggunakan boat atau perahu di Sungai Chao Phraya, karena letaknya memang di pinggir sungai tersebut. Namun saya memilih berjalan kaki sambil menikmati suasana kota Bangkok.

Wat Arun lebih baik dikunjungi pada sore hari, sehingga tampak lampu-lampu yang ada di badan kuil bersinar indah. Di siang hari, kuil ini tampak kurang menarik karena pecahan porselennya yang sudah kusam. Namun yang menarik, di kuil yang berdiri pada 1872 ini, kita bisa naik ke puncak dan melihat kota Bangkok yang dikeliling Sungai Chao Phraya. Untuk mencapai bangunan puncak wisatawan harus meniti tangga curam dengan kemiringan hampir 80 derajat. Namun percayalah, pemandangannya tampak apik dari sini.

Masih banyak kuil lain yang layak untuk dikunjungi seperti Wat Traimit yang terdapa patung Buddha dari 5,5 ton emas murni setinggi 3m, Wat Saket (Golden Mount) yang menyimpan relik Sang Buddha, Wat Suthat dan Giant Swing, Wat Benchamabopit, Erawan Shrine, dan masih banyak yang lain.

Sekedar tips, untuk masuk ke beberapa kuil, wisatawan dikenakan biaya masuk rata-rata 50 Baht (kecuali Wat Phra Kaeo). Namun bagi orang Thailand, masuk kuil adalah gratis. Maka seseorang menasehati saya untuk mengatakan salam ala Thailand, “Sawaat dii kha”, karena rupa saya yang mirip dengan orang Thailand. Dan nasehat itu berhasil sempurna! Lumayan mengirit untuk menikmati kuliner yang lezat di Thailand.
Wat Arun di ambang Sungai Chao Phraya

warning!

Bagi para pejalan kaki dari Khao San Road ke Grand Palace, pasti melewati Sanam Luang Park. Hati-hati dengan para pedagang jagung bungkus di sana. Jangan sampai (tanpa sengaja) membawa bungkusan itu, kalau bungkusan jagung itu habis dimakan burung merpati yang ada di sana, satu bungkus kena charge 50-150 Baht! Waspadalah, waspadalah, waspadalah... (Kecuali memang sengaja dan bilang dulu sama pedagangnya, lumayan sih buat foto-foto, he he he)

*tulisan ini dimuat di Radar Jogja, 10 Oktober 2010*

2 comments:

  1. wihi keren... :D
    muga muga sampe sana :D

    ReplyDelete
  2. halah,, dirimu tak ajak peng bola bali jawabannya sama: nggak ada duit! *duit itu diada2in buat jalan-jalan, nyet,,

    ReplyDelete