Tuesday, July 20, 2010

yang meraba yang harmonis

Rabu (3/2) lalu saya mengunjungi sebuah acara di salah satu lembaga bahasa di Jogja. Saya tidak tahu kalau itu adalah sebuah acara difabel dari NGO dan universitas di Jogja. Sepertinya menarik, karena saya memang belum pernah hadir dan bertemu langsung dengan anak-anak difabel ini.

Saya duduk manis di dalam auditorium dan menunggu acara dimulai. Seorang tuna netra dan temannya yang bermata awas menjadi MC pada malam hari itu. Dengan semangat dia mulai berceloteh tentang ketidakmampuannya yang sama sekali tidak menghalanginya untuk melanjutkan kuliah.

Kemudian, satu persatu acara pun digelar. Acara yang pertama merupakan band dengan 4 personel yang kesemuanya tuna netra. Bahkan saya sendiri tidak bisa main musik! Sebuah lagu dari sebuah band Indonesia, melantun harmonis dari petikan gitar Fikri, keyboard Tri, bass Arif dan sang vokalis Fuad, begitulah sapaan band ini. Kaku tapi apik. Meraba tapi harmonis. Terus terang saja saya terharu, apalagi mereka tidak mengeluh dengan ketidakmampuan mereka.

Usai mereka pentas di panggung sederhana itu, saya sempat menemui beberapa orang dari mereka, Tri dan Fikri. Sekadar menyapa dan mengobrol saja. Mereka bercerita keseharian mereka yang seperti tanpa beban. Sesekali mereka bercerita tentang hal-hal yang lucu dan membuat mereka tertawa. Bahkan seringkali mereka menertawakan kebutaan mereka ini.

“Wong yo ira iso ndelok kok,” begitulah kata mereka.

“Awalnya sakit juga banyak orang yang menganggap kita beda. Banyak yang mau tanya tapi takut nyinggung, jadi kalau ketemu kita itu diam saja, justru ketika mereka diam, kita yang merasa tersinggung, he he he,” kata Tri.

Mereka juga tidak pernah merasa kesulitan meskipun setiap hari bolak-balik asrama ke kampus dengan menggunakan bus umum.

“Ah, nggak perlu nyetop, bisnya kan bisa berhenti sendiri,” kelakar Fikri.

Lalu Tri pun menunjukkan caranya bagaimana mengoperasikan handphonenya.

“Nama programnya Jaws, jadi kayak ada yang bacain,” kata Tri yang mencontohkan program ini tetapi dengan suara orang yang berbicara cepat.

“Wah kecepatan ya? Saya lambatin dulu,” kata Tri sehingga suara yang keluar dari handphonenya pun normal dan bisa didengar.

Apakah Tri selalu mendengarkan secepat itu ya? Sepertinya begitu, karena kalau mendengar dalam suara normal, hanya akan membuang waktu saja. Berarti ia punya telinga yang terlatih untuk mendengar secara cepat. Program ini Tri gunakan untuk ‘membaca’ SMS dan melihat siapa yang meneleponnya. Ia juga menggunakannya untuk membaca bacaan kuliahnya di komputer.

Oh iya, nama band mereka adalah RAMY 17 (Pitulas), yang merupakan kependekan dari Reglet and Music Youngsters. Mungkin orang awam asing mendengar kata ‘reglet’. Reglet merupakan salah satu alat bantu untuk menulis huruf Braille. Alat ini berfungsi untuk meletakkan kertas yang akan ditulisi dan diciptakan untuk memenuhi kebutuhan tulis tuna netra.

ps. sukses selalu untuk mereka yang mau berusaha!

No comments:

Post a Comment