Kamu orang mana? Kok logat Jawa kamu aneh?
Begitulah kata banyak teman saya. Jawa saya tidak medok, padahal saya lahir di Jogja. Saya tidak bisa berbahasa Jawa krama, karena saya tidak diajari di sekolah tentang bahasa Jawa. Jelas saya tidak diajari bahasa Jawa, karena saya dulu tidak sekolah di Jawa.
Umur tiga tahun, ayah saya membawa saya ke Belitung. Saat itu saya masih menggunakan bahasa Jawa. Namun setelah bergaul dengan teman-teman di TK dan di SD, maka bahasa saya pun berubah menjadi bahasa Melayu dengan logat Belitung.
Kata ‘kula’ jadi ‘kamek’ yang berarti ‘saya’. Kata ‘kowe’ jadi ‘mikak’ yang berarti ‘kamu’. Dan banyak kata lain yang berubah, diusia saya yang begitu belia.
Kelas empat SD, setelah saya faseh berbahasa Melayu, saya pun pindah ke sebuah pulau di barat Aceh, yaitu pulau Simeulue. Meskipun Simeulue adalah salah satu kabupaten Nanggroe Aceh Darussalam, tetapi penduduk pulau ini tidak menggunakan bahasa Aceh menjadi bahasa sehari-harinya. Mereka punya bahasa sendiri, mirip bahasa Sumatera Barat, tetapi namanya bahasa Jamu atau Jamek. Mungkin lebih lengkapnya bisa dilihat di sini.
Maka, logat Melayu-Belitung saya berubah menjadi bahasa Jamek, khususnya Sinabang, karena di Simeulue pun punya beberapa bahasa yang berbeda. Dan pelajaran bahasa daerah yang diajarkan adalah bahasa Aceh yang sangat jauh berbeda dengan bahasa Jamek.
Kata ‘kamek’ jadi ‘ambo’ yang berarti saya. Kata ‘mikak’ jadi ‘waang (pria)/kau (wanita)’ yang berarti ‘kamu’. Dan kata-kata lain pun berubah drastis.
Sehingga saya adalah anak kecil dengan multibahasa daerah; Jawa, Melayu dan Jamek. Bahasa Jamek juga bisa dipakai di Sumatera Barat meski agak berbeda tetapi banyak kata-kata yang sama.
Pernah juga, bahasa Jawa saya agak kacau ketika saya beberapa Minggu di Timika. Meski tidak terlalu mendalam karena setelah itu saya kembali ke bahasa Jawa dan Indonesia.
Jadi, kalau ada yang mengatakan logat Jawa saya aneh, maklum saja, saya adalah anak Jawa yang besar di Sumatera dengan berbagai bahasa. Dan bahasa saya gampang terpengaruh dengan bahasa lokal.
Saya pernah belajar bahasa Inggris, dan lulus dari fakultas Sastra Inggris, herannya, saya tidak juga lancar berbahasa Inggris. Tetapi ketika saya empat hari di Singapura, bahasa Inggris saya lancar, dan sedikit Sing-Lish.
Lingkungan memang sangat mempengaruhi perkembangan kebahasaan seseorang juga logatnya. Bagaimana dengan Cinta Laura yang menggunakan bahasa Indonesia dengan logat bule? Mungkin dia keseringan berbahasa Inggris ketimbang bahasa Indonesia, ya jangan salahkan, sampai saat ini saya belum pernah dengar bule berbahasa Indonesia dengan logat Indonesia, pasti kebule-buleannya terbawa.
Tuesday, July 20, 2010
jejak masa kecil #2: Bahasa
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Karo gayamu wagu jaman SMA, nek ngelucu :)) .
ReplyDeleteora lo nyek guyon hahaha
:)) nek kuwi tenanan jeh..
ReplyDeleteApo yng munak kecekkan tu? heheh
ReplyDelete