Thursday, October 27, 2011

Keluarga Besar (di Kebun Binatang)

Ini adalah sebuah tulisan yang merobek hati saya sebagai orang yang bekerja di kebun binatang. Tulisan ini ditulis oleh seorang kawan bernama Paulinus Kristianto. Dia juga sempat bekerja di beberapa kebun binatang. Jika Anda penyayang satwa, suka ke kebun binatang, bekerja untuk satwa, atau bahkan membenci satwa, saya persilakan dengan rendah hati untuk membaca tulisan ini...



Dia seorang bayi yang terlahir dengan mimpi dan harapan yang masih panjang, namun ia harus mengubur semua mimpinya ke dalam mimpi yang baru bersama dengan mimpi ratusan anak yang lain di luar sana. Untung begitulah kami memanggilnya, ia seorang bayi yang berumur satu setengah tahun yang harus tinggal dalam sebuah penjara yang kecil menanggung apa yang tak pernah ia tahu, namun setidaknya ia bisa mengobati rasa rinduku pada anakku Luna yang hilang. Harus ku akui aku tak pernah bisa menahan air mataku, di saat aku memeluknya, karena pada saat itu ia seakan berkata kepadaku tak pernah mau tinggal di kandang itu, namun aku tak pernah tahu jawaban terbaik untuk itu yang bisa membuatnya jauh-jauh lebih baik.

Tak pernah menyenangkan melihat anak atau keluargamu di dalam sebuah penjara, setidaknya begitulah yang ku rasakan ketika berada di Kebun Raya Samarinda, semuanya seperti merobek pikiranku. Tangisan Uci di malam hari seperti satu mimpi yang masih panjang dari rasa kebahagian, terkadang aku berfikir mungkin satu botol susu bisa membuatnya tertidur kembali pada saat itu tapi bagaimana malam-malam selanjutnya, apa dia hanya bangun karena sebotol susu, apakah kita tahu bahwa ia bermimpi buruk? Atau, pakah kita tahu ia merindukan ibunya?

Kebun Raya Samarinda seperti sebuah penjara kecil untuk Memo, Untung dan Pingpong. Tak pernah ada yang tahu nasib mereka di masa yang akan datang apa lagi Untung dan Memo yang harus menghadapi kehidupan yang jauh lebih sulit. Hepatitis B membuat semuanya berbeda. Setidaknya kembali mengubur harapan mereka jauh lebih dalam untuk bisa kembali ke hutan. Sebuah kandang kecil bekas kandang burung menjadi tempat peristirahatan Untung, berlantaikan semen dengan kayu-kayu penyangga di dalamnya, semakin memperlihatkan kecilnya kandang itu. Taburan kacang, dan plastik mengotori kandang tersebut bukan karena tidak di bersihkan namun orang-orang tidak bisa membaca tulisan di depan kandang, melemparkan makanan agar orangutan tampak menjadi pengemis dan bodoh di dalam kandang. Sore hari seperti waktu yang sangat di tunggu oleh Untung dan Memo karena setiap sore mereka bisa keluar, setidaknya itu bisa mengobati rasa rindu mereka pada kebebasan dan hutan serta terbebas dari lemparan botol plastik serta suara-suara gaduh, namun semua itu tak pernah bisa lama mereka rasakan. Ini yang selalu membuat aku berkata di dalam hati, "Paulinus kamu orang yang bodoh." Karena pada saat itu aku sadar, aku belum bisa mencari cara untuk membuatnya merasa sedikit lebih baik bahkan sampai hari terakhir aku berada di sana. Hanya enrichment yang sedikit menjadi kesenangan tersendiri untuknya, sama seperti seorang anak kecil yang diberi permen ketika permen itu habis ia akan kembali mengingat ibunya yang pergi ke pasar. Memo mungkin satu dari contoh yang pernah kulihat dari semua orangutan yang harus tinggal sendiri. Kandang yang besar bukan sebuah jaminan ia akan bahagia, aku tak pernah bisa memberi hutan di dalam kandang Memo atau meletakkan pohon yang besar ke dalam kandangnya. Karena itu mustahil namun menjadi seorang teman dan keluarga untuk ia jauh lebih bermakna dari pada melemparkan botol kosong dan batu ke dalam kandangnya.

Penderitaan bersama biasanya membuat orang saling akrab satu sama lain, hal ini juga terjadi di dalam sebuah enclosure di Kebun Raya Samarinda. Hercules, Antak, Oky dan Nigle semua dari latar belakang yang berbeda namun satu kesamaan, kehilangn seorang ibu yang mereka sayangi serta hilangnya rumah mereka yang kini berganti perkebunan dan tambang. Mereka semua seperti satu kelurga besar, saling melindungi dan menyayangi. Hercules mungkin akan mengigitmu ketika kau mencoba datang kepada kelompok mereka tapi ketahuilah itu semua baik, ia hanya mencoba bertanggung jawab atas teman-temannya, ia tak pernah akan membiarkan ada satu orang pun yang datang dan menyakiti teman-temannya. Suatu keajaiban dalam sebuah kebun binatang ada sekolah hutan, setidaknya ini sedikit memberi mereka harapan bahwa hutan yang mereka pernah rasakan masih ada dan mereka bisa membangun pondasi rumah yang baru. Aku percaya mereka masih memiliki rasa trauma dan takut yang yang begitu dalam. Setidaknya Nigel memperlihatkan kepada ku rasa takut itu, ia tak pernah mau berlama-lama di sekolah hutan, kembali ke kandang dan enclosure sepertinya jauh lebih aman atau ketika ia harus di pindahkan ke kandang angkut karena diare yang parah, namun Nigel merusak kandang itu dan kembali ke dalam keluarganya. Sekali lagi ia memperlihatkan kepada ku bahwa kebersaman mereka jauh jauh lebih baik dari obat yang kami berikan.

"Orangutan ada yang gay,..?" Begitulah teriakan seorang mahasiswa kedokteran ia tertawa begitu keras seperti sesuatu mendengar suatu lelucon yang sangat lucu. Namun aku hanya bisa diam aku tahu itu bukan sebuah lelucon itu adalah sebuah kebodohan dan kegagalan besar. Ambon dan Debby mereka adalah sepasang orangutan yang tinggal dalam sebuah kurungan yang tidak terlalu besar. Mereka tidak jauh lebih baik dari seorang pengemis yang duduk di tepi jalan. Terkadang aku berfikir mereka merasa lapar namun sekali pun mereka sudah mendapatkan makanan terkadang tetap saja mereka mengulurkan tangan mereka dan meminta kepada pengunjung, hal ini semakin memperlihatkan bahwa mental dan hati mereka sudah begitu rusak oleh manusia. Aku percaya itu bukan yang mereka mau tetapi keadaan dan hanya itu satu-satunya yang bisa mereka pelajari dari kandang dan masa kecil mereka. bahkan membuat sebuah sarang pun mereka tak pernah bisa melakukannya, lantai semen yang dingin seakan sudah sangat baik untuk mereka tidur dan merasakan dingin malam. Ambon pernah menarik ku dan menghimpitkan aku ke dinding namun tak sedikit pun ia mengigitku. Namun matanya seakan mengatakan padaku, bahwa ia sudah muak dengan botol-botol plastik itu, ia sudah muak dengan semua tawa yang menjadikannya seakan seorang penjahat dalam kurungan. Namun sekali lagi aku harus diam dan hanya memegang kepalanya meminta untuk tetap bersabar, dan aku tak bisa menjanjikan kepadanya sebuah pohon yang besar untuk rumahnya, namun aku hanya bisa menjanjikan semuanya akan jauh lebih baik suatu saat nanti.

Kebun binatang tetaplah kebun binatang begitulah yang ku pikirkan, namun setidaknya kita bisa melakukan sesuatu yang jauh lebih baik untuk mereka, sekali pun kata-kata untuk kesempatan ke dua terlalu sulit di wujutkan. Aku sangat membenci kebun binatang karena itu seperti sebuah penjara bagi banyak satwa, mereka tak pernah tahu yang terjadi sebenarnya namun diseret ke pengadilan dan dijatuhi hukuman penjara selamanya. Kebun Raya Samarinda sepertinya menjadikan sebuah harapan bagi mereka yang yatim piatu. Setidaknya ada beberapa orang yang disebut animal keepper akan ada untuk menjaga mereka. Namun aku lebih suka menyebut mereka keluarga para satwa di sana. Sebut saja pak Dayat, seorang sosok yang besar sebesar harapanya untuk para satwa di sana. Suatu sore aku melihat ia mengelus kepala seekor macaca sama seperti seorang ayah yang mencintai anaknya. Sebuah pemandangan yang hampir tak pernah aku lihat di kebun binatang mana pun. Tidak ada sebuah besi, kayu atau pun tali yang di pukulkan seperti di kebun binatang lain agar para hewan mau menuruti apa yang mereka mau. Semua hewan seperti sudah tahu itu adalah ayah mereka dan harus menuruti apa yang ayah mereka mau. Aku melihat mereka seperti sebuah keluarga yang besar, mempunyai harapan yang sama untuk masa depan jauh lebih baik.

Mungkin bukan hanya aku namun semua orang selalu berharap apa yang seharusnya liar harus tetap liar, walau sangat sulit untuk diwujudkan. Memberi mereka kesempatan kehidupan yang sedikit lebih baik di kandang dan encloser dalam sebuah kebun binatang mungkin akan sedikit mengurangi penderitaan mereka.

2 comments:

  1. Tulisan yang sangat menyentuh.
    Salut buat Linus. Tetep semangat, You are de best.

    ReplyDelete
  2. Perawatan secara maksimal, layaknya keluarga membuat mereka merasa mempunyai keluarga..

    ReplyDelete